Kamis, 21 Mei 2009

Spionase

Kalau ingat kata spionase, muncullah dibenak film James Bond, agen 007, dari Inggeris. Sosok yang ditugaskan mencari tau sekaligus menyelesaikan masalah sesuai yang ditugaskan, Sang Bos. Dengan kepiawaian sang agen, dengan berbagai halangan, akhirnya tugaspun selesai. Maklum, film sesuai dengan skenario yang dibuat; Sang jagoan tetap menang.
Namun, dalam kehidupan sehari-hari banyak diantara kita sadar atau tidak sadar bertindak sebagai spionase. Hanya saja, tidak dilengkapi dengan senjata unik dan canggih seperti James Bond. Namun, pekerjaannya hampir sama, memata-matai, ingin tahu apa yang dibuat orang.
Kadang, apa yang dilakukannya tidaklah penting betul. Tak sampai mengganggu stabilitas nasional, apalagi perang antar negara. Paling, kemana seseorang berjalan, kemudian dengan siapa dia berjalan, terus mencari tahu mengapa mereka berjalan. Kemudian melaporkannya ke teman atau atasannya. Ntah untuk apa. Cari muka kali, ye...
Tapi, ini banyak terjadi. Ntah bawaan lahir, keperluan ambil muka biar terlihat hebat, atau bisa jadi sejenis penyakit, risau dan gamang melihat orang lain sedikit lebih maju. Sehingga dikhawatirkan akan mengalahkannya atau dalam bahasa lain; takut kalah saing.
Yang jelas, jika sipat ini dilakukan dalam kehidupan sehari-hari maka dijamin sangat merugikan sang ''agen'' tadi. Lelah berpikir, lelah bergerak, kemudian tak sempat lagi ngurus diri sendiri.
Jika ada diantara pembaca merasa memiliki hal-hal seperti ini, segera berpikir kembali; jangan habiskan energi untuk hal-hal yang tidak perlu. Karena agen 007 diberi fasilitas luar biasa, termasuk dana yang tidak sedikit.
Intinya, jangan sampai gila karena bertingkah seperti agen benaran...

Senin, 11 Mei 2009

Tergigit Lidah

Tergigit lidah jika diartikan yang sebenarnya; tidak sengaja menggigit lidah. Inipun lidah sendiri. Sedangkan maksud yang tersirat; tidak bisa berbuat karena disebabkan sesuatu hal sehingga melemahkan dan menghilangkan keberanian serta kekuasaan seseorang.
Kenapa hal ini bisa terjadi? Bisa saja karena termakan budi, takut dibongkar rahasia, dan lainnya. Yang sering terjadi disebabkan termakan budi atas pertolongan yang pernah dilakukan orang lain terhadap seseorang. Itulah sebabnya, orang tua sering berpesan; jangan sampai termakan budi, nanti payah.
Contoh tergigit lidah juga sering terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Seorang atasan tak berani memberikan hukuman kepada bawahannya, bahkan secara sadar malah selalu membiarkan dan membela yang bersangkutan jika berlaku salah atau bermasalah dengan karyawan lain.
Inilah masalahnya. Jika tergigit lidah, kebenaran tak lagi benar, kesalahan dianggap biasa dan wajar. Jika ini sudah terjadi, maka sama saja dengan budak, tak lagi punya kemerdekaan dalam bertindak.
Budak..... budak.....

Kamis, 02 April 2009

Perjuangan

Jika mendengar ucapan perjuangan, rasanya kecut hati ini. Tapi bagaimana lagi. Hidup itu takkan pernah lepas dari perjuangan. Bayangkan saja, dalam rahim ibu, ribuan sperma berjuang membuahi indung telur untuk berhasil hidup menjadi jabang bayi. Dengan kesimpulan, sperma yang kuatlah yang bertahan dan kemudian lahir menjadi manusia.
Cukupkah? Belum. Si bayi dengan bantuan orang yang ada disekitarnya (orang tua) dan sanak keluarga juga harus bertahan hidup. Mulai dari mendapatkan jatah makan minum, hingga melawan penyakit yang selalu mengintai.
Tak cukup sampai disitu. Manusia juga harus berjuang menentukan masa depannya. Mulai berkompetisi di sekolah, hingga mendapatkan pekerjaan yang layak untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari.
Namun, manusia hanya bisa berusaha dan berdoa. Akhirnya akan terciptalah, siapa yang akan menjadi pemimpin, pecundang, dan sebagainya.
''Begitulah hidup itu Wak,'' kata Soleh, kawan diskusiku beberapa waktu lalu.
Di sinilah kadang manusia lupa kalau takdir sudah ditentukan saat berada di rahim ibu. Banyak yang merasa kecewa dengan apa yang dimiliki, sehingga berbuat hal-hal yang diketahuinya dengan sadar bukanlah tindakan yang baik. Singkat kata, iman lemah, Nafsupun merajalela.
Tapi, itulah hidup. Itulah kekusasaan Zat yang Maha Tinggi. Hidup penuh liku-liku dan memang memerlukan sebuah perjuangan. Namun, perjuangan yang sah menurut aturan Allah dan Rasul. Semoga kita semua selalu dijaga dan dilindungi Allah dari tindakan membabi buta, yang lupa dengan kehidupan akan berakhir, dan ada kehidupan berikutnya di alam barzah dan akhirat. Maha Besar Allah, yang menguasai alam dan semua izinya. Lindungi dan tuntunlah kami. Amin.

Rabu, 28 Januari 2009

KEPUNAN ASAP

Tahun 2009 Riau bebas asap, begitu kata Gubernur Riau, HM Rusli Zainal di media massa, pertengahan Desember 2008 lalu. Harapan bebas dari asap yang memedihkan dan menyesakkan napaspun hadir di tiap benak masyarakat Riau.
Bayangkan saja. Tiap tahun Riau selalu ''dihukum'' dengan kabut asap. Ribuan masyarakatpun menderita penyakit ISPA.Batuk, demam, influenza, hingga penyakit kantong kempis untuk biaya berobat. Naifnya lagi, uang yang idealnya untuk beli beras terpaksa diikhlaskan untuk pueksemas, atau rumah sakit, hingga dokter spesialis.
Harapan Gubernur Riau bebas asap, tidaklah salah. Itu merupakan harapan dan lebih tepat sebagai pengobat hati masyarakat yang sudah apatis akan sirnanya kabut asap di negeri yang konon kabarnya bertuah ini.
Namun, harapan Gubernur tidak sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, plus hasil yang disurvey oleh bawahan. Alhasil, 2009, kabut asap datang. Bahkan, titik api di Riau merupakan yang terbanyak di Sumatera.
''Gubernur tu memang punye cita-cita baik, pandai memberi harapan, namun kenyataannya, tak juga terealisasi, kepunanlah oi,'' kata teman saya melalui sms-nya.

Kamis, 28 Agustus 2008

Gila Kekuasaan, Malupun Hilang

Bagi sejumlah orang untuk mendapatkan jabatan, apapun akan dibuat. Tak peduli apapun cara yang dilakukan. Mulai dari cari muka, purak-purak baik, menyogok dan lainnya. Yang penting, tujuan tercapai jabatan didapat.
Dengan tidak mengurangi rasa hormat, hal diatas dilakukan oleh calon gubri dan wagubri menjelang masa kampanye. Mereka, Rusli Zainal-Mambang Mit, R Tamsir Rahman-Topan Andoso Yakin, dan Chaidir-Suryadi Khusaini seakan lupa bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal-hal yang tidak tepat dilakukan seorang pemimpin.
Mulai dari mengubar janji, senyum di pelosok-pelosok, membagi-bagikan baju, membuat berbagai acara, hingga menabur uang dalam jumlah besar. Tujuannya, tampil mengubar senyum dan janji serta jual kecap mereka yang baik, layak jadi pemimpin, dan ujung-ujungnya minta restu untuk menjadi Gubernur ke depan. Bahasa mantiknya, pilihlah aku.... he.....
Disinilah punca balanya. Menurut ajaran agama, janganlah memberikan jabatan kepada orang yang memintanya. Karena pasti ada niat dan tujuan yang tidak baik tersembunyi di balik keinginannya.
Lantas, bagaimana dengan calon Gubri? Ha... ha... Jawabnya kita semua tahu. Kalau uang sudah habis bermiliar-miliar (walaupun mengaku uang sikit) mulut sudah penat tersenyum, kaki sudah letih berkeliling desa, mata sudah merah mengantuk, apakah setelah terpilih akan bekerja dengan jujur dan tidak korupsi? Ha.... ha.... Anak SD saja bisa menjawabnya...
Lalu apa yang harus dilakukan masyarakat? Jawabnya, tanya saja pada rumput yang bergoyang? Salah. Tanya pada hati nurani. Karena dia tak pernah berbohong, dan tahu mana yang baik dan yang buruk. Termasuk hati nurani Cagubri dan Cawaguri.
He......he...


Kamis, 17 Juli 2008

Potong Tangan Solusi Atasi Korupsi

        Yang abadi adalah Allah. Yang memiliki kebijaksanaa dan ilmu juga Allah. Manusia hanya memiliki sedikit, sedikit sekali (tak sampai setetes air di laut) ilmu dan kebijaksanaan.
Ini menandakan bahwa apapun undang-undang dan perintah serta larangan yang dibuat Allah melalui Rasulullah adalah (hukum islam) sebuah mutiara kebenaran yang tidak ada cela sedikitpun. Allahuakbar. Allahuakbar.
Namun, di mata manusia yang memiliki nafsu dan akal seakan tidak pernah mau menerima dan menggunakan hukum islam yang diajarkan Rasulullah Muhammad SAW.Tak tahan lagi, dengan alasan HAM dan hantu belau, hukum islam dianggap kejam dan tak layak dipakai, termasuk di Indonesia.
     Hukum potong tangan contohnya. Dalam agama Islam jelas sekali disebutkan bahwa siapa saja yang mencuri dengan nilai senisab, maka dipotonglah tangannya sebelah. Selanjutnya jika mengulangi lagi potong pula sebelahnya. Maka tak heranlah, manusia akan takut untuk mencuri. Karena, jika mereka melakukan, akan jelaslah tanda di tubuhnya, siapa yang melihat akan tahulah bahwa si A pernah mencuri. (Malu sekali.....)
       Di Indonesia contohnya, hingga saat ini yang namanya mencuri merajalela, termasuk mencuri dengan cara profesional yang disebut korupsi. Setiap hari ada saja terjadi pencurian. Intinya, pelaku tak takut. Paling-paling masuk penjara, dan bagi yang korupsi banyak, bisa tidur pakai kasur empuk di lembaga pemasyarakatan. Dahsyatnya lagi, jika punya kekuatan, malam hari bisa keluar dan tidur di rumah atau hotel. Ini bukan rahasia umum lagi.
     Di Indonesia, hukum sangat lemah. Selama ini, termasuk hari ini dan sampai tak berlakunya hukum potong tangan, maka pencurian dan korupsi pasti terus terjadi. aksi sogok menyogok, alias suap menyuap juga terus berulang. Bayangkansaja, korupsi miliaran, dituntut sekian tahun, dan ketika keluar duit masih banyak. Di penjara bisa jadi ''bos''.
       Alhamdulillah, saat ini di Indonesia sudah punya lembaga yang namanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejak lembaga ini berdiri, banyak pejabat yang selama ini dikenal kebal hukum, masuk penjara. Hanya saja, yang namanya hukum manusia juga punya kelemahan, KPK tak bisa memonitor semua perilaku pejabat di tanah air tercinta. Paling-paling yang kasusnya besar, alias jumlah korupsi miliaran rupiah.
    Uniknya, KPK sebagai lembaga yang memberantas korupsi berdiri tegak perkasa memeroses kasus korupsi, tanpa ada lembaga yang menyadap, dan memonitornya. Ya, kokon katanya, sesama anggot KPK lah yang mengawasi. Inilah masalahnya. Anggota KPK, juga manusia. Tak tertutup kemungkinan akan ada yang namanya ''permainan'' di lembaga tersebut. Mudah-mudahan, kawan-kawan, bapak-bapak, ibu-ibu di KPK bisa menjadi lembaga pemberantas korupsi sekaligus pemberi contoh yang baik.
    Namun, jika masyarakat Indonesia yang saat ini hidup dalam morat marit, ingin betul-betul bebas dari korupsi, maka hukum potong tanganlah yang paling pas. Siapkah presiden? Siapkah Wakil Presiden, Siapkan mentri-mentri? Siapkah DPR-RI dan MPR-RI? Jika siap maka dapat disimpulkan bahwa semua lembaga negara ingin Indonesia bebas korupsi. Jika jawabannya, tidak siap, maka keinginan untuk menghapus korupsi hanya setangah hati.